KEKERASAN
DALAM DEMOKRASI
Transisi kekuasaan yang
dialami Indonesia dewasa ini dilematis. Di satu sisi, ada keinginan untuk mewujudkan
kehidupan bangsa yang lebih baik dalam koridor demokrasi, akan tetapi di sisi
lain, berbagai prakondisi untuk mewujudkan tatanan politik baru tersebut belum
dipunyai sepenuhnya, demokrasi masih dipandang sebagai tujuan akhir dari sebuah
bentuk negara yang maju, sejahtera, dan rasa aman masyarakat terlindungi. Akan tetapi apa yang
terjadi pada sekarang ini, lebih dihadapkan pada kesewenang-wenangan yang
dilakukan atas nama demokrasi. Demokrasi yang seharusnya menjadi jalan untuk
mencapai titik konsolodasi dari berbangsa dan bernegara untuk menjalankan
sistem pemerintahan sudah hilang dari nilai-nilai demokrasi tersebut.
Indonesia
dalam menjalankan demokrasinya yang salah satunya pada proses pemilihan
langsung, merupakan suatu proses pergantian kekuasaan secara damai yang
dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan
konstitusi. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi
antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat
(demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap
proses pengambilan keputusan kenegaraan,[1] dari prinsip-prinsip pemilu
tersebut dapat kita pahami bahwa pemilu merupakan kegiatan politik yang sangat
penting dalam proses penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah negara yang
menganut prinsip-prinsip demokrasi. Iklim demokrasi yang dibangun di Indonesia
tidak seiring sejalan dengan nilai-nilai demokrasi itu sendiri, yaitu kesederajatan hukum (legal equality), kesederajatan politik (political equlity), kesederajatan ekonomi (economic equqlity).
Demokrasi sebagai
sistem politik modern bukan sekedar demokrasi desa atau demokrasi negara kota
sebagaimana era Yunani dan Romawi kuno. Tetapi, demokrasi negara kebangsaan
yang muncul berkaitan dengan perkembangan negara kebangsaan (nation state). Artinya demokrasi
memiliki hakikat nasionalisme secara menyeluruh dan bukan sebuah pemahaman
nasionalisme dalam arti sempit (chauvinisme)
yang berpotensi melahirkan kekerasan politik di sebuah negara demokrasi.
Demokrasi sebagai paham yang dipercaya sebagai cara
yang baik saat ini dalam negara modern untuk menjalankan segala aktifitas kenegaraan
yang di jalankan di dalam sistem pemerintahan melahirkan sebuah partisipasi
dari masyarakat, baik itu dalam Pemilihan Presiden, Pemilihan Legislatif, dan
Pemilhan Kepala daerah. Masyarakat ikut serta untuk ambil bagian dalam proses
peralihan kekuasaan tersebut. Dengan adanya partisipasi ini tentunya masyarakat
sudah terlibat dalam kegiatan politik. Partisipasi politik di daerah yang
dilakukan masyarakat melalui pemilihan kepala daerah secara langsung
partisipasi ini tidak diikuti dengan bangunan demokrasi yang kuat, banyak hasil
pemilihan kepala daerah yang berujung pada kekerasan politik akibat dari
kekalahan salah satu calon, masyarakat yang merasa kecewa berperilaku
sewenang-wenang mereka merasa berhak melakukan tindakan anarkisme dan kekerasan
politik.
[1] Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia, Perspektif
Konstitusi, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Total Media, 2009), hlm. 98.
No comments:
Post a Comment