Setiap Negara yang tata kelola
pemerintahannya dianggap baik atau yang sering disebut sekarang ingin
mewujudkan good governance, tentunya
melibatkan birokrasi di dalamnya. Gagasan mengenai adanya birokrasi berawal
pada pemerintahan modern yang memerlukan pola kerja pemerintahan dalam melayani
masyarakat. Di dalamnya melibatkan aparatur negara. Konsep birokrasi perlu
ditata ulang supaya tidak mencederai nilai-nilai demokrasi. Mengapa demikian,
tidak jarang alat pemerintahan yang bernama birokrasi ini disalahgunakan pada
momen politik tertentu. Masyarakat tidak bisa membedakan, bentuk pelayanan yang
diberikan oleh birokrasi tersebut mengandung motif apa. Karena birokrasi sebagai
institusi resmi yang melakkukan fungsi pelayanan terhadap kebutuhan dan
kepentingan masyarakat, segala bentuk kebijakannnya semata-mata dimaknai
sebagai manifestasi dari fungsi melayani masyarakat.
Apalagi,
konsep birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat yang amat
digandrungi abad ke-19 telah disatukan oleh tipologi pemerintahan yang netral,
dan dianggap sebagai argumen yang diperbolehkan, bersesuaian ataupun tidak,
dengan gagasan demokrasi. Apakah tindakan pejabat-pejabat negara dianggap
sebagai birokrasi, tergantung pada bagaimana nilai-nilai demokrasi itu
ditafsirkan, dan mana diantara penafsiran itu yang dianggap salah. Sebagian
besar teori konstitusional di abad ke-19 dipersembahkan untuk mengelaborasi
pembagian fungsi-fungsi antara organ-organ legislatif, eksekutif, dan yudikatif
di suatu negara demokrasi.
Masalah
birokrasi akan timbul manakala pejabat gagal memahami atau menanggapi masalah
kebutuhan masyarakat. Lord Chief Justice Hewart dalam The New Despotism (1929),
akar masalahnya terletah pada meningkatnya jumlah legislasi dan kekuasaan yang
dilimpahkan kepada pegawai negeri modern untuk bertindak sebagai hakim.
Birokrasi kerap kali menjadi alat Negara untuk menjalankan peran politiknya
yang tentunya melibatkan aparatur Negara, hal ini tentunya telah melenceng jauh
dari peran birokrasi tersebut yang bertujuan melayani pelayanan publik beralih
ke orientasi politik untuk melanggengakan kekuasaan tertentu.
Dalam
mewujudkan pemerintahan yang modern dan tercipta tata kelola pemerintahan yang
baik perlu melibatkan birokrasi untuk mencapai cita-cita tersebut. Berbanding
terbalik jika peran yang begitu penting tersebut terkooptasi oleh kepentingan
politik yang akan mencederai nilai-nilai demokrasi. Oleh karena itu berbagai
macam mekanisme kontrol secara formal untuk mengawasi keterlibatan pejabat
dalam pembuatan kebijakan dan tingkat keleluasaan mereka.
Komitmen pejabat
terhadap nilai-nilai demokrasi adalah suatu benteng pengaman yang lebih penting
bagi demokrasi ketimbang sistem kontrol, hal ini menngacu pada intregitas si
pejabat tersebut. Metode untuk mencapai hasil
ini adalah penekanan yang keras pada kompetensi profesional, dan suatu kebijakan rekrutmen yang memilih
orang-orang dengan kualifikasi baik, serta menjamin bahwa latar belakang sosial
mereka adalah begitu rupa sehinga mereka disenangi oleh semua golongan
masyarakat.
Birokrasi dalam
perspektif politik badan pemerintahan yang merupakan bagian dari sistem politik
atau kepanjangan tangan dari pihak (partai) berkuasa, yang cenderung memihak
(kepentingan penguasa dan rakyat), memiliki kewenangan, terlibat dalam
perencanaan kebijakan/keputusan politik, dan dapat menjadi organisasi mobilitas
massa.
Birokrasi dalam
perspektif pemerintahan badan pemerintahan yang melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen pemerintahan (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi,
koordinasi, resolusi konflik) penetapan kebijakan publik, bersikap netral dan
professional, melaksanakan etika birokrasi dan tata pemerintahan yang baik
(transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif)
Kebijakan
debirokratisasi sebagaimana dilakukan oleh banyak negara bisa jadi merupakan
justifikasi atas buruknya kinerja birokrasi. Namun, kebijakan tersebut
sesunggunya hanyalah reaksi atas buruknya kinerja birokrasi, dan bukan dengan
maksud meniadakan eksistensi birokrasi. Setiap sistem pemerintahan (modern)
akan bergantung pada birokrasi, dan karenanya birokrasi tidak perlu dipandang
sebagai rintangan dari kegiatan pemerintahan. Titik persoalannya adalah
bagaimana menciptakan birokrasi yang efisien dan bertanggungjawab, sebuah
kebutuhan vital bagi bangunan pemerintahan yang demokratis.
Daftar buku bacaan : Martin Albrow, Birokrasi, PT. Tiara Wacana Yogya, Bab VI. Birokrasi dan Teoritisi demokrasi
Daftar buku bacaan : Martin Albrow, Birokrasi, PT. Tiara Wacana Yogya, Bab VI. Birokrasi dan Teoritisi demokrasi
No comments:
Post a Comment