Thursday, March 28, 2013

Fenomena Demokrasi


KEKERASAN DALAM DEMOKRASI
Transisi kekuasaan yang dialami Indonesia dewasa ini dilematis. Di satu sisi, ada keinginan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang lebih baik dalam koridor demokrasi, akan tetapi di sisi lain, berbagai prakondisi untuk mewujudkan tatanan politik baru tersebut belum dipunyai sepenuhnya, demokrasi masih dipandang sebagai tujuan akhir dari sebuah bentuk negara yang maju, sejahtera, dan rasa aman  masyarakat terlindungi. Akan tetapi apa yang terjadi pada sekarang ini, lebih dihadapkan pada kesewenang-wenangan yang dilakukan atas nama demokrasi. Demokrasi yang seharusnya menjadi jalan untuk mencapai titik konsolodasi dari berbangsa dan bernegara untuk menjalankan sistem pemerintahan sudah hilang dari nilai-nilai demokrasi tersebut.
Indonesia dalam menjalankan demokrasinya yang salah satunya pada proses pemilihan langsung, merupakan suatu proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan konstitusi. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan,[1] dari prinsip-prinsip pemilu tersebut dapat kita pahami bahwa pemilu merupakan kegiatan politik yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi. Iklim demokrasi yang dibangun di Indonesia tidak seiring sejalan dengan nilai-nilai demokrasi itu sendiri, yaitu  kesederajatan hukum (legal equality), kesederajatan politik (political equlity), kesederajatan ekonomi (economic equqlity).   
Demokrasi sebagai sistem politik modern bukan sekedar demokrasi desa atau demokrasi negara kota sebagaimana era Yunani dan Romawi kuno. Tetapi, demokrasi negara kebangsaan yang muncul berkaitan dengan perkembangan negara kebangsaan (nation state). Artinya demokrasi memiliki hakikat nasionalisme secara menyeluruh dan bukan sebuah pemahaman nasionalisme dalam arti sempit (chauvinisme) yang berpotensi melahirkan kekerasan politik di sebuah negara demokrasi.
Demokrasi  sebagai paham yang dipercaya sebagai cara yang baik saat ini dalam negara modern untuk menjalankan segala aktifitas kenegaraan yang di jalankan di dalam sistem pemerintahan melahirkan sebuah partisipasi dari masyarakat, baik itu dalam Pemilihan Presiden, Pemilihan Legislatif, dan Pemilhan Kepala daerah. Masyarakat ikut serta untuk ambil bagian dalam proses peralihan kekuasaan tersebut. Dengan adanya partisipasi ini tentunya masyarakat sudah terlibat dalam kegiatan politik. Partisipasi politik di daerah yang dilakukan masyarakat melalui pemilihan kepala daerah secara langsung partisipasi ini tidak diikuti dengan bangunan demokrasi yang kuat, banyak hasil pemilihan kepala daerah yang berujung pada kekerasan politik akibat dari kekalahan salah satu calon, masyarakat yang merasa kecewa berperilaku sewenang-wenang mereka merasa berhak melakukan tindakan anarkisme dan kekerasan politik.

[1] Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia, Perspektif Konstitusi, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Total Media, 2009), hlm. 98.

Rumah Makan Sinar Alam

Rumah makan Sinar Alam yang terletak di kawasan puncak Bogor, dengan menu khas makanan sunda, dan menu spesial ikan gurame. tempatnya yang nyaman untuk makan bersama keluarga. Nuansa alam yang ada di puncak, tercermin dari rumah makan ini, keadaan alamiah tetap dipertahankan walaupun terletak di pinggir jalan. Walaupun terdengar suara hiruk pikuk lalu lintas, keadaan jalan yang padat pelanggan masih bisa menikmati sajian makanan dengan santai, senda gurau bersama keluarga dan teman-teman. Pelanggan yang datang, tidak hanya dapat menikmati makanan yang ada. Tetapi pelanggan yang datang dapat melepas penat dengan memberi makan ikan-ikan yang ada di rumah makan ini. Terdapat kolam ikan di tengah-tengah lesehan yang tempatnya cukup nyaman, bersih, dan tertata dengan rapih, sehingga pelanggan tidak merasa bosan di tempat rumah makan ini.















Dan harganya yang ditawarkan cukup murah.







Birokrasi dan Teoritisi Demokrasi


Setiap Negara yang tata kelola pemerintahannya dianggap baik atau yang sering disebut sekarang ingin mewujudkan good governance, tentunya melibatkan birokrasi di dalamnya. Gagasan mengenai adanya birokrasi berawal pada pemerintahan modern yang memerlukan pola kerja pemerintahan dalam melayani masyarakat. Di dalamnya melibatkan aparatur negara. Konsep birokrasi perlu ditata ulang supaya tidak mencederai nilai-nilai demokrasi. Mengapa demikian, tidak jarang alat pemerintahan yang bernama birokrasi ini disalahgunakan pada momen politik tertentu. Masyarakat tidak bisa membedakan, bentuk pelayanan yang diberikan oleh birokrasi tersebut mengandung motif apa. Karena birokrasi sebagai institusi resmi yang melakkukan fungsi pelayanan terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat, segala bentuk kebijakannnya semata-mata dimaknai sebagai manifestasi dari fungsi melayani masyarakat.
            Apalagi, konsep birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat yang amat digandrungi abad ke-19 telah disatukan oleh tipologi pemerintahan yang netral, dan dianggap sebagai argumen yang diperbolehkan, bersesuaian ataupun tidak, dengan gagasan demokrasi. Apakah tindakan pejabat-pejabat negara dianggap sebagai birokrasi, tergantung pada bagaimana nilai-nilai demokrasi itu ditafsirkan, dan mana diantara penafsiran itu yang dianggap salah. Sebagian besar teori konstitusional di abad ke-19 dipersembahkan untuk mengelaborasi pembagian fungsi-fungsi antara organ-organ legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu negara demokrasi.
            Masalah birokrasi akan timbul manakala pejabat gagal memahami atau menanggapi masalah kebutuhan masyarakat. Lord Chief Justice Hewart dalam The New Despotism (1929), akar masalahnya terletah pada meningkatnya jumlah legislasi dan kekuasaan yang dilimpahkan kepada pegawai negeri modern untuk bertindak sebagai hakim. Birokrasi kerap kali menjadi alat Negara untuk menjalankan peran politiknya yang tentunya melibatkan aparatur Negara, hal ini tentunya telah melenceng jauh dari peran birokrasi tersebut yang bertujuan melayani pelayanan publik beralih ke orientasi politik untuk melanggengakan kekuasaan tertentu.
            Dalam mewujudkan pemerintahan yang modern dan tercipta tata kelola pemerintahan yang baik perlu melibatkan birokrasi untuk mencapai cita-cita tersebut. Berbanding terbalik jika peran yang begitu penting tersebut terkooptasi oleh kepentingan politik yang akan mencederai nilai-nilai demokrasi. Oleh karena itu berbagai macam mekanisme kontrol secara formal untuk mengawasi keterlibatan pejabat dalam pembuatan kebijakan dan tingkat keleluasaan mereka.
Komitmen pejabat terhadap nilai-nilai demokrasi adalah suatu benteng pengaman yang lebih penting bagi demokrasi ketimbang sistem kontrol, hal ini menngacu pada intregitas si pejabat tersebut. Metode untuk mencapai hasil  ini adalah penekanan yang keras pada kompetensi profesional,  dan suatu kebijakan rekrutmen yang memilih orang-orang dengan kualifikasi baik, serta menjamin bahwa latar belakang sosial mereka adalah begitu rupa sehinga mereka disenangi oleh semua golongan masyarakat.
Birokrasi dalam perspektif politik badan pemerintahan yang merupakan bagian dari sistem politik atau kepanjangan tangan dari pihak (partai) berkuasa, yang cenderung memihak (kepentingan penguasa dan rakyat), memiliki kewenangan, terlibat dalam perencanaan kebijakan/keputusan politik, dan dapat menjadi organisasi mobilitas massa.
Birokrasi dalam perspektif pemerintahan badan pemerintahan yang melaksanakan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, koordinasi, resolusi konflik) penetapan kebijakan publik, bersikap netral dan professional, melaksanakan etika birokrasi dan tata pemerintahan yang baik (transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif)
Kebijakan debirokratisasi sebagaimana dilakukan oleh banyak negara bisa jadi merupakan justifikasi atas buruknya kinerja birokrasi. Namun, kebijakan tersebut sesunggunya hanyalah reaksi atas buruknya kinerja birokrasi, dan bukan dengan maksud meniadakan eksistensi birokrasi. Setiap sistem pemerintahan (modern) akan bergantung pada birokrasi, dan karenanya birokrasi tidak perlu dipandang sebagai rintangan dari kegiatan pemerintahan. Titik persoalannya adalah bagaimana menciptakan birokrasi yang efisien dan bertanggungjawab, sebuah kebutuhan vital bagi bangunan pemerintahan yang demokratis.

Daftar buku bacaan : Martin Albrow, Birokrasi, PT. Tiara Wacana Yogya, Bab VI. Birokrasi dan Teoritisi demokrasi

 

Thursday, March 21, 2013

CSR ( Corporate Social Responsibility)



Seperti di ketahui perusahaan di dalam tujuannya adalah mencapai keuntungan, namun keuntungan tersebut tidak semata-mata di pergunakan untuk kepentingan perusahaan/ pemilik sendiri, tetapi sebagian dari keuntungan tersebut disisihkan untuk kepentingan social masyarakat. Csr tersebut agar terlaksana dengan baik di atur dalam suatu ketentuan peraturan yang di keluarkan oleh pemda. Pelaksanaan csr agar dapat terlaksana dengan baik biasanya di koordinasi oleh pemda. Namun banyak juga yang dilaksanakan oleh perusahaan itu sendiri berdasarkan kebutuhan sekelilingnya atau pada kebutuhan daerah-daerah tertentu. Hal ini juga dilaksanakan berdasarkan usulan dari daerah-daerha tersebut .
Dalam skala besar CSR  di sebut  semacam ODA (overseas depelovment  aed) dari Negara-negara maju dan dapat di ibaratkan dengan bantuan Negara-negara maju  untutk perkembangan/peningkatan pembangunan / kemakmuran Negara-negara yang sedang berkembang dan Negara-negara miskin/ sangat miskin. Dalam hal ini Negara-negara maju sperti Negara eropa barat, amerika, jepang, Australia, dan lain-lain. Berdasarkan ketentuan PBB harus mengeluarkan 2 ½ % dari nilai produk domesticnya, untuk membantu Negara-negara yang sedang berkembang.

Contoh csr :

penyediaan kebutuhan air di tempat yang sulit air.
-Membuat taman/ pasilitas social di lingkungan masyarakat.
-Membantu di bidang pendidikan,
-Mengadakan tempat pelatihan keterampilan,

Kelemahan csr:
1.     Bila dilaksanakan langsung oleh perusahaan itu sendiri maka hasil maksimal yang di harapkan oleh pemerintah melalui koordinasi csr tidak dapat terlaksana dengan baik
2.     Belum tentu setiap perusahaan mengeluarkan dana csr nya sesuai ketentuan peraturan.
Keuntungan csr :
     Csr yang dilaksanakan secara langsung oleh perusahaan dapat dilihat langsung dampak nya oleh perusahaan tersbut.


Dalam skala besar CSR  di sebut  semacam ODA (overseas depelovment  aed) dari Negara-negara maju dan dapat di ibaratkan dengan bantuan Negara-negara maju  untutk perkembangan/peningkatan pembangunan / kemakmuran Negara-negara yang sedang berkembang dan Negara-negara miskin/ sangat miskin. Dalam hal ini Negara-negara maju sperti Negara eropa barat, amerika, jepang, Australia, dan lain-lain. Berdasarkan ketentuan PBB harus mengeluarkan 2 ½ % dari nilai produk domesticnya, untuk membantu Negara-negara yang sedang berkembang.